Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi anggaran untuk Subsidi BBM hingga 20 Desember 2012 lalu telah mencapai 135,9% dari pagu APBN-P yang sebesar Rp 137,4 triliun atau telah mencapai Rp 186,7 triliun.
Berdasarkan data yang disampaikan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawaty, Minggu (23/12/2012), dari realisasi belanja per 20 Desember 2012 yang masih 88,9%, realisasi belanja subsidi telah melebihi target dalam APBN-P 2012 atau mencapai 125,7% dengan nominal Rp 308 triliun.
Hal ini karena besarnya realisasi belanja subsidi energi yaitu BBM dan listrik. Untuk listrik, realisasinya sudah mencapai 128,2% dari anggaran yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 yaitu sebesar Rp 64,97 triliun atau telah mencapai Rp 83,3 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja subsidi non energi masih 89,1% atau baru Rp 38 triliun. Pendapatan negara per tanggal 20 Desember pun belum mencapai 100%. Hingga tanggal tersebut realisasi pendapatan negara masih sekitar 91,9% dari target APBN-P 2012 sebesar Rp 1.358,2 triliun atau baru terealisasi Rp 1.247,6 triliun.
Dari realisasi tersebut, sudah tercapai defisit sekitar 1,55% atau Rp 128,2 triliun.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengakui anggaran subsidi energi ratusan triliun rupiah yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 tak lagi mencukupi untuk kebutuhan anggaran subsidi energi hingga akhir tahun.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan, terjadi penambahan anggaran subsidi BBM dan listrik.
Untuk subsidi BBM dalam APBN-P 2012, disediakan anggaran Rp 137,4 triliun, tetapi realisasi hingga akhir tahun diperkirakan membengkak hingga Rp 216,8 triliun, atau kurang Rp 79,4 triliun.
"Ini karena terjadi penambahan kuota BBM bersubsidi yang diperkirakan mencapai 43,5 juta KL (kiloliter) hingga akhir tahun atau terdapat penambahan sebesar 3,5 juta KL dari kuota yang ditetapkan dalam APBN-P 2012," ujar Bambang dalam Rapat Badan Anggaran DPR yang diadakan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Bambang menambahkan, anggaran subsidi listrik pun akan mengalami kekurangan hingga akhir tahun ini. Dari anggaran subsidi listrik yang ditetapkan di APBN-P 2012 Rp 64,97 triliun, diperkirakan akan melonjak hingga Rp 89,1 triliun, atau kurang Rp 24,1 triliun.
Dari perhitungan tersebut di atas, maka dibutuhkan tambahan anggaran Rp 103,5 triliun. "Total subsidi BBM dan elpiji diperkirakan menjadi Rp 305,9 triliun," tegas Bambang.
Penyebab lonjakan anggaran subsidi ini, lanjut Bambang, adalah realisasi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang berada di atas asumsi APBN-P 2012 sebesar US$ 105 per barel. Padahal Januari hingga September ini, realisasi harga minyak mencapai US$ 114,4 per barel. Selain itu, ada juga perubahan nilai tukar yang diperkirakan Rp 9.000 menjadi Rp 9.250 per dolar AS, dan keterlambatan asupan listrik dari tenaga uap.
Berdasarkan data yang disampaikan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawaty, Minggu (23/12/2012), dari realisasi belanja per 20 Desember 2012 yang masih 88,9%, realisasi belanja subsidi telah melebihi target dalam APBN-P 2012 atau mencapai 125,7% dengan nominal Rp 308 triliun.
Hal ini karena besarnya realisasi belanja subsidi energi yaitu BBM dan listrik. Untuk listrik, realisasinya sudah mencapai 128,2% dari anggaran yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 yaitu sebesar Rp 64,97 triliun atau telah mencapai Rp 83,3 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja subsidi non energi masih 89,1% atau baru Rp 38 triliun. Pendapatan negara per tanggal 20 Desember pun belum mencapai 100%. Hingga tanggal tersebut realisasi pendapatan negara masih sekitar 91,9% dari target APBN-P 2012 sebesar Rp 1.358,2 triliun atau baru terealisasi Rp 1.247,6 triliun.
Dari realisasi tersebut, sudah tercapai defisit sekitar 1,55% atau Rp 128,2 triliun.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengakui anggaran subsidi energi ratusan triliun rupiah yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 tak lagi mencukupi untuk kebutuhan anggaran subsidi energi hingga akhir tahun.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan, terjadi penambahan anggaran subsidi BBM dan listrik.
Untuk subsidi BBM dalam APBN-P 2012, disediakan anggaran Rp 137,4 triliun, tetapi realisasi hingga akhir tahun diperkirakan membengkak hingga Rp 216,8 triliun, atau kurang Rp 79,4 triliun.
"Ini karena terjadi penambahan kuota BBM bersubsidi yang diperkirakan mencapai 43,5 juta KL (kiloliter) hingga akhir tahun atau terdapat penambahan sebesar 3,5 juta KL dari kuota yang ditetapkan dalam APBN-P 2012," ujar Bambang dalam Rapat Badan Anggaran DPR yang diadakan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Bambang menambahkan, anggaran subsidi listrik pun akan mengalami kekurangan hingga akhir tahun ini. Dari anggaran subsidi listrik yang ditetapkan di APBN-P 2012 Rp 64,97 triliun, diperkirakan akan melonjak hingga Rp 89,1 triliun, atau kurang Rp 24,1 triliun.
Dari perhitungan tersebut di atas, maka dibutuhkan tambahan anggaran Rp 103,5 triliun. "Total subsidi BBM dan elpiji diperkirakan menjadi Rp 305,9 triliun," tegas Bambang.
Penyebab lonjakan anggaran subsidi ini, lanjut Bambang, adalah realisasi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang berada di atas asumsi APBN-P 2012 sebesar US$ 105 per barel. Padahal Januari hingga September ini, realisasi harga minyak mencapai US$ 114,4 per barel. Selain itu, ada juga perubahan nilai tukar yang diperkirakan Rp 9.000 menjadi Rp 9.250 per dolar AS, dan keterlambatan asupan listrik dari tenaga uap.
0 komentar:
Posting Komentar